Edit Content

Follow Social Media Kami

3 Kisah Hantu Wanita Klasik Jepang yang Memilukan!

Table of Contents

Ternyata, orang Jepang juga suka menceritakan kaidan (kisah hantu). Kegiatan ini sudah dilakukan sejak zaman Edo.

Kala itu, orang-orang mulai menyalakan lampu minyak sehingga malam tidak lagi terbatas pada waktu setelah matahari terbenam.

Mereka mengobrol santai sambil saling menceritakan rumor dan kisah dari berbagai daerah sehingga terbentuklah budaya kaidan yang kaya sejarah.

Kisah-kisah hantu ini terus diwariskan, diadaptasi dalam bentuk teater, rakugo (seni cerita tradisional), hingga dikenal luas sampai saat ini.

Kali ini, redaksi Japaholic.id akan mengajakmu mengenal tiga kisah hantu wanita klasik dari Jepang, yaitu Botan Doro, Yotsuya Kaidan, dan Bancho Sarayashiki.

Dari ketiga kisah hantu tersebut melahirkan tiga hantu wanita legendaris Jepang yang mungkin menjadi inspirasi dari Sadako.

Kira-kira, kisah hidup memilukan seperti apa yang tersembunyi di balik para hantu wanita tersebut? Mari kita simak bersama!

Botan Doro

Kisah ini juga dikenal sebagai Kaidan Botan Doro yang diadaptasi dari novel Dinasti Ming Tiongkok Jiandeng Xinhua (Catatan Lentera Guntingan), khususnya kisah Botan Doro.

Pada periode akhir Edo hingga awal Meiji, kisah ini digubah ulang oleh seniman rakugo terkenal, Sanyūtei Enchō, dengan menambahkan berbagai elemen cerita baru.

Versi cerita pendek Botan Dorot:

Seorang rōnin bernama Ogiwara Shinzaburō jatuh cinta dengan Otsuyu, putri dari samurai Iijima Heizaemon. Namun, karena perbedaan status, keduanya tidak bisa sering bertemu. Tak lama kemudian, Otsuyu jatuh sakit dan meninggal dunia.

Suatu malam, Otsuyu muncul bersama pelayannya, O-Matsu, datang ke rumah Shinzaburō sambil membawa lampion berbentuk bunga peony. Mereka menghabiskan malam dengan bahagia.

Sejak itu, setiap malam Otsuyu kembali dengan lampion peony. Hingga suatu ketika, tetangga Shinzaburō, Sekiguchi Hamazō, tanpa sengaja melihat bahwa Shinzaburō sebenarnya sedang memeluk kerangka perempuan. Ia pun sadar Otsuyu bukan lagi manusia.

Seorang biksu bernama Ryōseki lalu memberikan jimat untuk ditempel di pintu rumah agar arwah Otsuyu tidak bisa masuk. Namun, Otsuyu meminta bantuan seorang pria serakah bernama Banzō.

Dengan imbalan 100 ryō emas, Banzō menurunkan jimat itu. Akhirnya, Otsuyu berhasil masuk kembali dan membawa Shinzaburō selamanya ke dunia arwah.

Yotsuya Kaidan

Yotsuya Kaidan adalah drama kabuki yang pertama kali dipentaskan tahun 1825 oleh penulis Tsuruya Nanboku IV. Meski judulnya menyebut “Tōkaidō”, panggung kisah ini banyak berpusat di daerah Yotsuya, Edo.

Ceritanya bukan murni kisah nyata, melainkan gabungan rumor masyarakat, tragedi keluarga samurai, dan kisah balas dendam. Hingga kini, karya ini dianggap sebagai salah satu kaidan paling berpengaruh di Jepang.

Tokoh utamanya adalah Oiwa, putri keluarga Tamiya yang menikah dengan ronin bernama Iemon. Namun, Iemon adalah pria ambisius yang jijik pada rupa dan status istrinya.

Demi mendapatkan posisi lebih tinggi, ia berencana menikahi putri seorang bangsawan. Untuk itu, ia dan sekutunya meracuni Oiwa.

Oiwa meminum obat beracun tanpa tahu isinya. Wajahnya rusak parah, rambutnya rontok, dan akhirnya ia meninggal dalam penderitaan.

Sebelum menghembuskan napas terakhir, ia mengutuk Iemon, bersumpah akan kembali sebagai arwah penasaran. Sejak itu, arwah Oiwa terus menghantui Iemon.

Salah satu adegan paling terkenal adalah ketika pengantin baru Iemon melihat bayangannya di pintu kertas (shōji). Namun yang muncul bukanlah wajahnya sendiri, melainkan wajah Oiwa yang hancur penuh darah, membuatnya gila ketakutan. Pada akhirnya, Iemon pun kehilangan akal sehat dan hancur oleh kutukan istrinya.

Hingga kini, Yotsuya Kaidan masih sering dipentaskan, difilmkan, dan dijadikan inspirasi karya modern. Di Shinjuku, Tokyo, terdapat kuil Oiwa Inari Tamiya Jinja yang dipercaya menjadi tempat arwah Oiwa bersemayam.

Konon, para aktor harus berziarah ke sana sebelum mementaskan Yotsuya Kaidan atau mereka bisa mendapat celaka.

Baca Juga:

Rekomendasi Film Horor Jepang 2025 yang Bikin Kamu Ketakutan!

Bancho Sarayashiki

Di dalam Himeji Castle, terdapat sebuah sumur tua yang dikenal sebagai Okiku Ido (Sumur Okiku). Sumur ini erat kaitannya dengan kisah hantu terkenal Jepang, Bancho Sarayashiki (Kisah Rumah Piring).

Cerita Sarayashiki sudah tersebar luas sejak abad pertengahan dan versi-versinya muncul di berbagai daerah Jepang.

Namun, dua versi yang paling terkenal adalah Banshu Sarayashiki dari Provinsi Harima (sekarang Prefektur Hyōgo, Himeji) dan Bancho Sarayashiki dari daerah Banchō di Edo.

Kisah ini kemudian diadaptasi ke dalam kabuki, kōdan (dongeng lisan), serta rakugo, dan menjadi salah satu tema klasik dalam cerita hantu Jepang. Versi yang paling sering disebut dalam budaya populer adalah kisah Bancho Sarayashiki.

Konon, di kediaman seorang samurai bernama Aoyama Shōzen, seorang pelayan bernama Okiku menolak cinta majikannya.

Karena dendam, Shōzen menjebaknya dengan menuduhnya memecahkan salah satu dari sepuluh piring pusaka berharga keluarga (ada pula versi yang menyebut piring itu disembunyikan agar Okiku dituduh bersalah). Akibatnya, Okiku disiksa dengan kejam.

Pada akhirnya, untuk mempertahankan harga dirinya, Okiku memilih menceburkan diri ke sumur tua di kediaman itu dan meninggal dengan penuh penderitaan.

Sejak saat itu, tiap malam ketika suasana sunyi, dari dasar sumur terdengar suara perempuan yang lirih dan penuh dendam: “Satu piring… dua piring… tiga piring…” hingga menghitung “sembilan piring”, lalu diakhiri dengan jeritan memilukan, berulang-ulang tanpa henti.

Konon, kemudian seorang biksu agung diundang untuk membacakan doa penenang arwah. Suatu malam, ketika suara dari sumur kembali menghitung “sembilan piring…”, sang biksu segera menyahut dengan “sepuluh piring”. Baru saat itu arwah Okiku merasa terhibur, jiwanya tenang, dan akhirnya lenyap.

Tiga Kisah, Satu Citra “Hantu Wanita Jepang”

Setelah melihat tiga kisah hantu klasik Jepang—Sarayashiki, Yotsuya Kaidan, dan Botan Doro—apakah kamu menyadari kesamaannya?

Meski detail berbeda, semuanya memiliki pola yang serupa: wanita yang menjadi pusat penderitaan, mati karena dikhianati, ditindas, atau dipermainkan cinta, lalu kembali sebagai roh pendendam.

Mereka hampir selalu digambarkan dengan pakaian putih, rambut panjang terurai, serta tatapan penuh dendam yang kemudian menjadi arketipe visual hantu Jepang.

Pada zaman Edo, kisah-kisah ini tersebar luas lewat kabuki dan kōdan, bukan hanya sebagai hiburan musim panas, tetapi juga sebagai kisah peringatan moral tentang ketidaksetiaan, ketidakadilan, dan keserakahan manusia.

Secara budaya, popularitas tiga kisah hantu ini menjadikan “hantu wanita” sebagai simbol tetap dalam sastra, teater, dan seni visual Jepang.

Sosok hantu Jepang tidak hanya menakutkan, tetapi juga melambangkan pandangan estetika Jepang tentang takdir, balasan karma, serta keindahan yang tragis.

Salah satu yang paling terkenal dalam budaya modern adalah Sadako dari film Ring. Sosoknya jelas mewarisi gabungan arketipe Okiku dari Sarayashiki dan O-Iwa dari Yotsuya Kaidan: wujud menyeramkan, rambut panjang hitam, dan sumur sebagai elemen utama.

Dengan itu, Sadako menjadi simbol horor modern yang membawa kejayaan baru bagi tradisi klasik horor Jepang.

Jika ingin membaca lebih banyak kisah hantu dan legenda urban, jangan lewatkan artikel-artikel dari Japaholic.id, ya!

Share Postingan Ini!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest