Musim panas dan gugur tahun ini tampaknya tidak tenang bagi Jepang. Dalam periode tersebut, berbagai daerah di seluruh negeri mulai mengalami kasus serangan beruang secara beruntun. Kasus ini pun menjadi perhatian media nasional maupun internasional.
Di Jepang, kasus seperti ini biasanya ditangani oleh hunter association (kelompok pemburu). Namun, di Kota Shakotan, Hokkaido, ucapan seorang anggota dewan justru membuat para pemburu marah.
Alhasil, para pemburu ini menolak permintaan bantuan pemerintah sehingga masyarakat setempat hidup dalam ketakutan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Wakil Ketua Dewan Ingin Mengurangi Anggaran agar Pemburu “Tak Bisa Lagi Bekerja”?
北海道の積丹町で、町議会議員の自宅近くにクマ出没
↓
出動した猟師が議員に対して「危ない!離れろ!」と発言
↓
議員「は?猟師ごときが口の利き方に気をつけろ!辞めさせてやるぞ」
↓
猟師「ほな辞めますわ」
↓
議員「え?」
↓
翌日、猟友会が町に対し出動拒否を表明
↓
町議「ちょ…」(今ここ) pic.twitter.com/qV5sMSDUdV— 滝沢ガレソ (@tkzwgrs) October 26, 2025
Semua bermula pada 27 September 2025. Saat itu, sebuah perangkap di dekat rumah Wakil Ketua Dewan Kota Shakotan berhasil menangkap seekor beruang liar.
Pemerintah lalu meminta bantuan kelompok pemburu dan sekitar 10 orang pemburu segera datang untuk mengevakuasi serta mengusir beruang tersebut. Selain polisi, wakil ketua dewan itu juga berada di lokasi.
Karena para pemburu tidak mengenal beliau, mereka mengira ia hanyalah warga yang datang melihat-lihat. Para pemburu pun memperingatkannya agar menjauh karena situasinya sangat berbahaya.
Namun, wakil ketua dewan tersebut diduga tersinggung dengan ucapan dan nada bicara para pemburu tersebut.
Ia kemudian mempertanyakan mengapa pemerintah mengerahkan begitu banyak pemburu, sambil menuduh bahwa mereka hanya ingin “menghabiskan anggaran pemerintah”. Ia bahkan mengancam akan memotong anggaran agar para pemburu “tidak bisa lagi bekerja”.
Akibat ucapan tersebut, sejak keesokan harinya para pemburu mulai menolak semua permintaan bantuan dari pemerintah. Kini, meski beruang masih sering terlihat di wilayah itu, tidak ada penanganan dari tenaga profesional—membuat warga hidup dalam kecemasan.
Meski Sudah Viral, Wakil Ketua Dewan Tetap Menolak Minta Maaf
【続報】猟友会の出動拒否、町議の身元割れる
▼海田一時(74)副議長
・誰ですか?と猟師に聞かれ怒りのスイッチON
・「こんなに人数が必要か?金目当てだろ」「俺にそんな事するなら駆除もさせないようにするし議会で予算も減らすぞ。辞めさせてやる」と発言か
・炎上後も「俺は悪くない」と謝罪拒否… pic.twitter.com/RW2mrzJbZy— 滝沢ガレソ (@tkzwgrs) October 30, 2025
Tokoh utama dalam masalah ini adalah sang wakil ketua dewan bernama Kazuto Kaita (海田一時).
Kazuto Kaita, 74 tahun, tidak tergabung dalam partai politik mana pun. Ia juga kurang mahir menggunakan perangkat elektronik dan tidak memiliki akun media sosial sehingga informasinya cukup terbatas.
Saat diwawancarai jurnalis, ia bersikeras bahwa dirinya tidak salah dan tidak perlu meminta maaf.
Ketika ditanya apakah benar ia mengatakan akan membuat para pemburu “tidak bisa lagi bekerja” atau akan “mengurangi anggaran”, ia mengakui pernah mengucapkannya—namun hanya di dalam rapat dewan, bukan di hadapan para pemburu.
Ia juga menegaskan bahwa di dewan kota berlaku sistem voting mayoritas sehingga ia tidak memiliki wewenang mutlak untuk memotong anggaran atau memberhentikan para pemburu. Ia mengklaim bahwa pemberitaan media terlalu bias dan memperkeruh keadaan.
Baca Juga:
Bagaimana Kondisi Kota Shakotan Saat Ini?

Dari 29 September hingga 30 Oktober, Shakotan mencatat setidaknya sembilan kali penampakan beruang liar. Meski pemerintah sudah beberapa kali meminta bantuan kelompok pemburu, semuanya ditolak.
Kini, patroli dilakukan oleh pegawai pemerintahan, bukan pemburu berpengalaman sehingga membuat warga semakin resah.
Selain itu, kulit beruang sangat tebal, sehingga pistol polisi biasa tidak cukup kuat untuk melumpuhkannya. Masyarakat pun khawatir: jika sampai ada serangan beruang, siapa yang bisa menanganinya?
Baca Juga:
Waspadai Ikan Triggerfish (Gomamongara) saat Berlibur di Okinawa!
Siapa yang Harus Menangani Serangan Beruang di Masa Depan?

Pemerintah Jepang berencana mengerahkan Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF) atau membekali polisi dengan senapan laras panjang.
Namun, JSDF memiliki aturan ketat: mereka hanya boleh menembak jika nyawa mereka sendiri terancam atau jika warga benar-benar diserang. Tidak seperti pemburu yang boleh menembak ketika beruang memasuki area permukiman.
Untuk saat ini, bantuan JSDF baru sebatas memasang perangkap dan dukungan logistik. Solusi yang dianggap lebih realistis adalah memberikan senapan pada polisi agar bisa mencegah beruang masuk ke area manusia lebih cepat.
Namun, penggunaan senjata mematikan menimbulkan kekhawatiran mengenai keselamatan dan wewenang sehingga menuai banyak perdebatan dari masyarakat maupun politisi.
Dilema Penanganan Serangan Beruang di Jepang—Korban Tetap Masyarakat
Dalam kasus ini, meski ucapan wakil ketua dewan dianggap pantas mendapat kritik, korban terbesar tetaplah warga setempat.
Pemerintah Jepang juga menghadapi dilema hukum dan isu perlindungan hewan yang membuat penanganan kasus semakin rumit.
Seluruh dunia kini menantikan bagaimana Jepang akan mengambil langkah selanjutnya untuk menghadapi meningkatnya konflik antara manusia dan beruang.




